Header Ads

Header Ads

Makrifat Jomblo: Sebuah Perjalanan Tentang Kemanunggalan


Oleh: M.Sholah Ulayya¹


Eh, tahukah kamu,mulai kapan istilah jomblo ini populer?

Saya kasih tahu ya, karena mungkin saat itu kamu masih "ngantri" di alam sana untuk menunggu giliran turun ke bumi.

Kata Jomblo mulai populer ketika tayangan Reality Show yang berjudul "Katakan Cinta" banyak digemari muda-mudi.

Kamu anak generasi 90-an pasti sudah nggak asing lagi dengan acara yang diklaim sebagai reality show pertama di Indonesia.

Tayangan ini menjadi acara hits di tahun 2002 silam.Berbicara mengenai "Katakan Cinta", pasti kamu nggak asing lagi dengan beberapa julukan seperti pejuang, target, dan tentunya sebutan high quality jomblo. 

Pejuang adalah sosok yang meminta bantuan dari tim kreatif Katakan Cinta untuk menjadi penembak. Sementara target merupakan calon yang akan ditembak. Nah kalau high quality jomblo sendiri merupakan julukan untuk orang yang mendapat rekomendasi dari banyak orang karena berstatus bukan jomblo biasa.

Entah bagaimana Ceritanya, Istilah Jomblo sekarang menjadi semacam kutukan dan olok-olok di tengah-tengah umat manusia Indonesia.

jomblo temporer

Saya merasa beruntung karena masa jomblo saya tidak begitu panjang. Saya menikah pada usia kurang dari dua puluh lima tahun. jadi bisa belajar lebih  dini dalam mengarungi bahtera pernikahan.

Saya menikah tanpa perencanaan dan pacaran. Sebab pertama kali berjumpa dengan (calon) istri saya, kita langsung to the point saling berdiskusi tentang kepastian hubungan. Kalau serius ya langsung, kalo tidak ya, mending "putus" saja. Lucu ya, belum nyambung kok sudah putus. Hehe. 

Memang istri saya adalah tipe manusia yang berprinsip, tidak plin- plan. Sebab dia yakin, kalau jodoh itu sudah ada garisnya, semua hanya soal waktu. Kegagalan akan menjadi hal biasa jika dilatih dan dimulai sejak dini. Sehingga kata "stres" bukan lagi momok yang musti ditakuti. Karena imun tubuh sudah begitu kebal oleh tumpukan kegagalan dan stres.

Setelah saya menikah, justru saya belajar lebih banyak tentang makna masa lalu dan masa depan. Masa lalu saat masih menjomblo, dan masa depan ketika sudah menikah. Ternyata,  "jomblo" itu bukan soal kita sudah punya pasangan atau belum, tapi soal kemampuan mengelola suasana hati yang mudah sekali berganti musim.

Jomblo ataupun tidak, rasanya tidak penting lagi setelah saya berumahtangga. Yang terpenting adalah kamampuan bertahan dimasa-masa sulit.sebab tugas utama seorang suami adalah menjaga hati seluruh anggota keluarganya. Hal ini sama beratnya dengan mengelola kegamangan, ketakutan, dan ketidakpastian hati dimasa-masa kritis menjomblo. Memang, kehidupan adalah soal manajemen dan penataan logika dan rasa.Menjomblo maupun menikah adalah soal keberanian bergumul dengan resiko. Dua-duanya adalah kutub ketidaknyamanan dalam keindahan takdir Tuhan.

sebelum menikah, saya pernah berjanji pada diri saya sendiri, bahwa saya tidak akan menikah sebelum saya mapan dalam  ekonomi, mental dan spiritual, gara-gara saya melihat tetangga saya yang pontang-panting menyangga rumah tangganya yang tidak stabil karena keterbatasan ekonomi.tapi garis hidup berkata lain, saya menikah dalam posisi tanpa pekerjaan, tidak jauh beda dengan tetangga saya itu. Lucu ya, hehe tapi dari situlah saya mulai belajar mengenal diri saya sendiri.

Jomblo Abadi

Kehidupan adalah bagian dari kematian, dan kematian adalah permulaan dari kekekalan. Saya teringat seorang sahabat yang wafat diusia yang sangat belia. Selain seorang hafizul Quran (hafal al Quran) ia juga anak seorang saudagar kaya. Ketika itu, saya mulai berfikir bahwa pada akhirnya, kehidupan akan tunduk juga pada kematian. Saya lahir menjomblo, pun saya akan mati "menjomblo".apa saja yang telah saya usahakan dan saya raih, cepat atau lambat akan menjadi warisan orang lain. Termasuk keluarga saya. Warisan dalam arti tinggalan saya selama hidup di dunia. Warisan itu akan sangat berarti bagi saya setelah saya kembali "menjomblo" di alam baka.

Setelah saya menemukan pasangan, tiba-tiba saya menyesali apa-apa yang saya khawatirkan dulu. Tentang nasib, jodoh dan  rejeki.tapi setelah saya jalani ternyata tidak serumit bayangan saya dulu.

Dulu saya pernah tergila-gila pada seorang wanita, bahkan saya sudah mengajukan proposal pada ibu saya untuk menjadikanya menantu,tapi ibu saya tidak setuju. Kegilaan saya itu sungguh banyak menyita waktu dan tenaga. Banyak hal tak berguna yang saya lakukan gara-gara perasaan aneh itu. Beberapa jam setelah ibu menolak proposal saya, saya baru tahu kalau wanita itu sudah menolak proposal saya terlebih dulu secara diam-diam dengan memilih orang lain. Memang saat itu kami membangun hubungan seacara LDR, dia di Kairo dan saya di Libya. untungnya hubungan kami hanya berjalan beberapa bulan, jadi lukanya tidak begitu menganga. 

Manunggaling Kawula Jomblo

Satu hari setelah prosesi akad nikah, istri saya bercerita, bahwa jauh sebelum bertemu saya, dia sebenarnya sudah dipinang oleh beberapa pria.salah satunya adalah anak dari ibu kosnya. Ketika ia akan menerima pinangan itu, istri saya bermimpi.saat Ia akan menunaikan shalat dan dihadapanya adalah pria anak ibu kos itu, Istri saya pun memintanya untuk menjadi imam. Tapi pria itu menolak.

 "saya nggak bisa ngaji" kata pria tersebut.

Tiba-tiba setelah itu muncul sesosok laki-laki yang perawakanya mirip dengan perawakan saya. Laki-laki itu langsung menyongsong ke depan dan menjadi imam.

Mimpi ini rupanya masih utuh di dalam ingatan istri saya,sampai ia bertemu dengan saya.

Hidup adalah "perkawinan- perkawinan" antar wujud.  Perkawinan sebenarnya bukan hanya komitmen antar dua pasangan, pria dan wanita, tetapi lebih dari itu. Perkawinan adalah kesadaran bahwa kita hakikatnya adalah wujud tunggal yang terlihat plural, jamak, dan bercabang. Satu dengan lainya saling terkait dan berhubungan. Jadi tak ada alasan untuk takut atau khawatir, sebab sejatinya "Jomblo" itu tidak ada, ia hanya meng-ada dalam pikiran semata. Yang ada adalah kesatuan dalam kemajmukan, dan kemajmukan dalam persatuan. Kita tidak pernah sendiri, kita adalah bagian dari keluarga besar alam semesta.

Pernikahan bukanlah sebuah pilihan, akan tetapi sebuah keniscayaan bagi setiap mahluk. Sebelum diciptakan, kita telah "menikah" dan menyatu dengan ketiadaan. Setelah diciptakan, kita "menikah" atau lebih tepatnya dinikahkan dengan diri kita sendiri. Setelah itu kita mulai mengenal semesta yang merupakan "pasangan" hidup kita. Setiap detik kita hidup bersama deru jantung, aliran darah, udara dan tanah yang menopang jasad kita. Semua itu adalah pernikahan suci kita dengan keluarga besar kita. Dan Allah Subhanahu Wa ta'ala sebagai "tuan rumah" nya.

Sebuah riwayat mengatakan :

الخلق كلهم عيال الله عز وجل، فأحب خلقه إليه أنفعهم لعياله .

Setiap mahluk sejatinya adalah "keluarga" Allah Subhanahu Wa ta'ala. Dan mahluk yang paling dicintai-NYA adalah mereka yang paling bermanfaat bagi sesamanya. (HR.Thabarani)

Riwayat ini meskipun lemah, akan tetapi maknanya tidak bertentangan dengan inti syariat.riwayat ini menyadarkan kita betapa luas dan eloknya hidup kita, jika kita mau menggali dan mengenali siapa kita sebenarnya.

 


¹Biodata :

M.Sholah Ulayya, Lahir di Pati, Jawa Tengah. Sekarang tinggal di Porong Jatim. Pengajar tetap di Pondok Pesantren Darul Lughah wa al da'wah Bangil Pasuruan. Inisiator komunitas sahabat literasi Indonesia dan Estebu (Semua Tentang Buku).